Kontrol IMEI Berguna Kurangi Produk Black Market

Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) menyatakan bahwa pihaknya menginginkan ketegasan pemerintah untuk peraturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang diberlakukan untuk ponsel 4G.

“Vendor yang masih melobi-lobi untuk diloloskan seharusnya tidak diberi kelonggaran. Kan sudah diberi waktu tiga tahun sejak regulasi ini diberlakukan pada 2013. Kalau tidak bisa memenuhi ya seharusnya tidak masuk Indonesia, TKDN di atas segalanya.” Ujar Ketua Umum AIPTI, Ali Soebroto.

Selain menginginkan ketegasan pemerintah, AIPTI juga memberikan masukan kepada pemerintah untuk meminimkan masuknya produk black market ke pasar Indonesia dan mendukung peraturan TKDN yang ditetapkan pemerintah lewat peraturan Permendag 82 dan 32, yang di dalamnya diatur bahwa ponsel 4G harus membawa kandungan lokal TKDN 30 persen, dengan mewajibkan pengontrolan IMEI.

“Kami sudah berikan saran praktis yaitu dengan kontrol IMEI sehingga barang yang lulus sertifikasi postel semua IMEI-nya akan ada di database sedangkan yang tidak ada, perangkatnya akan diblokir. Ini juga berguna untuk mengurangi barang black market,” tambah Ali (29/2).

Lanjut menurutnya, dalam pengontrolan ini, peran dari Direktorat Jenderal Bea & Cukai serta Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan harus dilibatkan. Agar nantinya barang yang tidak resmi atau belum memenuhi sertifikasi TKDN tidak akan bisa digunakan pengguna di Tanah Air.

AIPTI memandang bahwa peraturan TKDN penting ditegakkan karena regulasi itu akan membawa dampak yang besar bagi perekonomian Indonesia. Jika TKDN tidak jelas, lapangan kerja yang seharusnya bertambah justru bisa ditutup, rupiah melemah jika terus mengimpor barang, dan persaingan vendor menjadi tidak sehat.

Pemerintah Harus Lebih Serius

Pemerintah diharapkan untuk lebih serius untuk menegakkan aturan tentang registrasi International Mobile Equipment Identity (IMEI). Aturan yang mengharuskan adanya pendaftaran IMEI tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 82/M.Dag/Per/12/2012 tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet yang mengharuskan adanya pelaporan IMEI.

“Tanggungjawabnya tak hanya di pemerintah, tetapi semua ekosistem di perdagangan gadget mulai dari importir, pedagang, hingga pengguna,” ungkap  Anggota Komisi VI Fraksi Partai Nasdem, Zulfan Lindan, seperti dilansir dari IndoTelko kemarin.

Menurutnya, pendataan dan pelaporan IMEI ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari tindak kejahatan karena semua kejahatan yang menggunakan alat komunikasi telepon, komputer genggam, dan tablet mudah untuk dilacak oleh pihak yang terkait.

“Kami akan berkordinasi dengan Menteri Perdagangan agar pendataan IMEI segera dilakukan dengan tertib,” pungkasnya.

Saat ini di Indonesia terdapat sebanyak 500 juta unit produk telepon, komputer genggam, dan tablet, baik yang digunakan masyarakat maupun yang tersimpan di gudang. Sekitar 5%-10% yang sudah beredar teridentifikasi menggunakan IMEI ilegal. Sementara itu jumlah perangkat telekomunikasi yang nomornya aktif mencapai sekitar 250 juta unit. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengakui tak mudah menerapkan kebijakan registrasi kode IMEI  ke operator oleh pelanggan pada 2017 mendatang. Apalagi, banyak merek global sudah tak lagi menggunakan sistem IMEI.

Sebagai informasi, menurut peraturan Permendag 82 dan 32, ponsel 4G harusnya membawa kandungan lokal TKDN 30 persen. Hingga saat ini skema perhitungan TKDN masih belum disahkan sementara draft-nya dikhawatirkan akan menukar porsi komponen dengan aplikasi lokal untuk memenuhi perhitungan TKDN. [MFHP]